Pentatahan dan Mewinten Warnai Piodalan di Pura Patirtan Pasupati

Senin, 30/10/2023 - 08:15
Piodalan di Pura Patirtan Pasupati
Piodalan di Pura Patirtan Pasupati

Klikwarta.com, Malang - Sekitar 320 umat Hindu melalukan perayaan hari jadi tempat suci atau disebut "Piodalan" di Pura Patirtan Pasupati. Pura yang berlokasi di Dusun Jengglong, Desa Sukodadi, Kecamatan Wagir, Kabupaten Malang ini, sejak beberapa hari terlihat lebih ramai dibanding sebelumnya, minggu (29/10/2023).

Dituturkan Jero Mangku Arifin, Piodalan ada 2, yaitu Piodalan alit atau nyanang dan Piodalan ageng. Keduanya diikuti semua Hindu, khususnya yang berdomisili sekitar Pura dari berbagai "dadia" atau "klen".

"Piodalan ini untuk mewujudkan kehidupan yang harmonis dan sejahtera lahir bathin seluruh umat disekitar Pura".

Ia menambahkan, Piodalan asalnya dari odalan, dan odalan sejajar dengan kata wedal. Piodalan selaras menjaga keharmonisan lingkungan sebagaimana termuat dalam "Tri Hita Karana". 

"Tri Hita Karana, simpelnya adalah menjaga hubungan baik manusia dengan Tuhan atau Parahyangan, menjaga hubungan manusia dengan manusia atau Pawongan, menjaga hubungan baik manusia dengan alam atau Palemahan".

7

Di Piodalan ini, ada 2 ritual yang dilakukan umat Hindu disekitar Pura, yaitu Petatahan atau mepandes atau potong gigi dan mewinten, keduanya dilakukan secara bersama-sama.

Dijelaskan Jero Mangku Rifai, secara simpel, mewinten bisa diartikan pembersihan diri. Ada 3 sarana yang harus tersedia, yaitu 3 helai ilalang, bunga kamboja putih dan bunga sepatu merah.

"Mewinten itu asalnya dari winten atau inten, permata putih maknanya sifat mulia, memancarkan sinar, menyenangkan hati. Isinya penyucian diri secara lahir dan bathin".

Sedangkan petatahan atau mepandes atau potong gigi, meratakan 4 gigi seri dan 2 taring kanan kiri, dipahat 3 kali, lalu diasah dan diratakan.

"Ada batas usianya untuk petatahan ini, minimal 5 tahun. Ini sudah direkomendasikan masing-masing orang tua".

9

Lanjutnya, bebantenan yang digunakan di Piodalan ini, 100% dibuat generasi muda setempat, dan tidak hanya sekali ini, tapi sejak dulu secara terus menerus dan turun temurun dikerjakan generasi muda.
 
Ida Pandhita Mpu Nabe Dharma Mukti Sidha Kerthi dari Bali menyampaikan pencerahan kepada umat Hindu setempat. Pencerahan tersebut menjelaskan makna sesungguhnya dari petatahan atau mepandes atau potong gigi dan mewinten.

Selain itu, beliau menjelaskan tugas pokok Jero Mangku yang mengantarkan umat Hindu ke arah jalan yang baik sesuai Weda. Dijelaskannya, Jero Mangku berperan besar memindset umat berperilaku baik dan berinteraksi sosial kemasyarakatan.

Seusai pencerahan tersebut, seni budaya tari rejang yang dilakoni generasi muda setempat, menjadi hiburan saat itu. Tari rejang ini tari persembahan suci menyambut para Dewa, sekaligus ungkapan rasa syukur dan penghormatan kepada para Dewa.

Dibalik Piodalan, ada tim pengamanan sipil yang bergerak menjaga ketertiban dari awal hingga akhir, yaitu Pecalang. Yang menarik, Pecalang di desa ini tidak hanya menjaga keamanan umat Hindu saja, tapi umat lain yang mengadakan acara keagamaan sesuai keyakinannya.

"Kita tidak hanya menjaga acara umat Hindu saja, Idul Fitri dan Idul Adha bagi umat Islam, kita ambil peran, Natal dan Paskah bagi umat Kristen, kita ambil peran," kata Ketua Pecalang Kecamatan Wagir, Agus Wahyudi.

Agung Karso, Ketua Pecalang Desa Sukodadi menjelaskan, tercatat 65 orang terdaftar sebagai Pecalang di desanya. Pecalang tersebut pro aktif bergerak membantu keamanan umat lain saat menjalankan ibadah sesuai keyakinan masing-masing.

(Pewarta: Dodik)

Related News