Klikwarta.com, Karanganyar - Keberhasilan warga Dusun Dawe, Desa Mojoroto, Kecamatan Mojogedang, Kabupaten Karanganyar dalam mengembangkan Ekowisata Sendang Bejen berbuah prestasi yang membanggakan.
Pasalnya, selain menjadikan salah satu kegiatan pariwisata berwawasan lingkungan dengan mengutamakan aspek konservasi alam, pengembangan ekowisata Sendang Bejen juga beraspek pemberdayaan sosial budaya dan ekonomi sekaligus pembelajaran dan pendidikan masyarakat lokal.
Karenanya, tak ayal apabila Desa Mojoroto masuk sebagai 10 nominator terbaik dan dipercaya mewakili provinsi Jawa Tengah dalam verifikasi Program Kampung Iklim (Proklim). Adapun program Proklim merupakan program berlingkup nasional yang dikelola oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Kategori program ini melihat sejauh mana keterlibatan masyarakat dalam melakukan aksi adaptasi dan mitigasi perubahan iklim, serta penurunan emisi gas rumah kaca atau GRK.
Pejabat Balai Pengendalian Perubahan Iklim dan Kebakaran Hutan dan Lahan Wilayah Jawa Bali dan Nusa Tenggara- Kementrian LHK, Nur Hayati menyebutkan, verifikasi Proklim ini bertujuan untuk memeriksa kesesuaian data dan infomasi yang dikirim oleh pengusul lokasi kampung iklim.
"Salah satu parameternya adalah disesuaikan dengan kondisi lapangan dan kultur budaya daerah setempat, salah satunya Dusun Dawe, Desa Mojoroto, Kecamatan Mojogedang, seperti keberadaan sumber mata air (Sendang Bejen) yang dimanfaatkan untuk pertanian," jelas Nur Hayati kepada wartawan di Karanganyar, belum lama ini.
Nur Hayati mengatakan, ada 30 daerah yang masuk kriteria Proklim karena memiliki penilaian diatas angka 81 dan masuk dalam kategori Utama.
"Nantinya peserta proklim akan menerima sertifikat sesuai kategorinya baik itu pratama, madya dan utama. Kementerian juga memberikan apresiasi untuk masuk di sistem register nasional (SRN)," terangnya.
Sementara itu, Kepala Desa Mojoroto, Ngatman, mengajak warga untuk berperan aktif dalam menjaga lingkungan dan mata air yang ada di Dusun Dawe untuk kebutuhan masyarakat. Salah satunya yaitu sumber air Sendang Bejen yang juga memiliki nilai sejarah dan diyakini sebagai petilasan Mangkunagoro I atau Raden Mas Said.
"Terutama bagi petani di musim kemarau. Karena debitnya tetap sama baik di musim kemarau maupun musim penghujan. Dan Alhamdulilah Desa Mojoroto masuk 10 besar Kampung Proklim di Jawa, Bali, Nusa Tenggara (Jabanusa)," ungkapnya.
Penduduk desa Mojoroto yang mayoritas petani ini juga membuat pupuk organik dengan bantuan pendampingan Dinas Pertanian. Termasuk pemberdayaan UMKM ternak lebah madu lanceng dan pembuatan kue bolu tiwul yang akan menjadi produk unggulan desa setempat.
"Ada penyuluhan ternak lebah madu lanceng, budidaya tanaman hias juga pengelolaan pupuk organik untuk kegiatan pertanian. Baik padat maupun cair supaya petani tidak hanya mengandalkan pupuk kimia," pungkas Ngatman.
Sebagai informasi, Program Kampung Iklim (ProKlim) adalah program berlingkup nasional yang dikelola oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam rangka meningkatkan keterlibatan masyarakat dan pemangku kepentingan lain untuk melakukan penguatan kapasitas adaptasi terhadap dampak perubahan iklim dan penurunan emisi gas rumah kaca atau GRK serta memberikan pengakuan terhadap upaya adaptasi dan mitigasi perubahan iklim yang telah dilakukan yang dapat meningkatkan kesejahteraan di tingkat lokal sesuai dengan kondisi wilayah.
Pelaksanaan Proklim mengacu pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 84 tahun 2016 tentang Program Kampung Iklim, dimana di dalamnya terkandung komponen utama, syarat pengusulan, penilaian dan kategori Proklim. Dalam peraturan menteri tersebut juga disinnggung bahwa ProKlim dapat dikembangkan dan dilaksanakan pada wilayah administratif paling rendah setingkat RW atau dusun dan paling tinggi setingkat kelurahan atau desa.
(Pewarta : Kacuk Legowo)