Foto : Ilustrasi
Klikwarta.com, Manggarai - Pemimpin Redaksi media Floresa, Heri Kabut, ditangkap polisi saat meliput aksi protes warga Poco Leok, Kecamatan Satar Mese, Kabupaten Manggarai, NTT yang menentang proyek geotermal pada Rabu (2/10).
Heri menuturkan pada Rabu siang ia menerima informasi tiga warga adat Poco Leok ditangkap aparat keamanan dalam aksi unjuk rasa menolak proyek geotermal.
Dia berangkat dari Ruteng sekitar pukul 13.10 Wita dan tiba sekitar pukul 14.00 Wita di Lingko Tanggong. Saat tiba di lokasi, situasi sudah tenang di mana warga tidak lagi berkonfrontasi dengan aparat keamanan.
Saat itu warga tampak duduk santai selesai makan siang, beberapa warga menyapanya.Saat itu warga tampak duduk santai selesai makan siang, beberapa warga menyapanya.
Tak lama berselang tampak mobil-mobil aparat, termasuk mobil keranjang Polres Manggarai dengan tiga orang warga dan empat polisi wanita (polwan) di dalamnya.
"Beberapa saat kemudian, saya mulai memotret situasi di lokasi itu. Saat itu, tidak satu pun aparat keamanan, PT PLN maupun pemerintah yang menegur atau mengimbau untuk tidak mengambil foto dan video," ujar Herry dalam keterangannya, Kamis.
Herry mengambil 10 gambar di lokasi tersebut. Foto terakhirnya menampilkan tiga orang warga dan dua polwan yang sedang duduk di dalam mobil keranjang polisi.
Pada saat bersamaan, seorang polwan memanggil dan memintanya naik ke dalam mobil itu. "Polwan itu menanyakan tujuan saya mengambil gambar itu. Saya menjawab, 'Saya seorang jurnalis'. Polwan itu lalu bertanya 'Jurnalis dari media apa?' dan saya jawab 'dari media Floresa'," katanya. Merespons jawaban itu, polwan tersebut kembali memintanya menunjukkan kartu pers. Namun Heri mengatakan tidak membawanya.
Meski begitu, dia bisa menunjukkan surat tugas yang menyatakan bahwa dirinya merupakan jurnalis sekaligus pemimpin redaksi Floresa. Sembari memberikan penjelasan itu, tiba-tiba beberapa anggota polisi mendatangi mobil keranjang dan memintanya turun dari mobil. Mereka menudingnya sewenang-wenang naik ke mobil itu. Heri memberikan penjelasan bahwa dirinya naik ke mobil tersebut atas permintaan seorang polwan. Lalu, para aparat itu memotong pembicaraannya dan menyuruhnya segera turun dari mobil.
"Saat saya turun, mereka langsung mencekik saya. Mereka menggiring saya sejauh kurang lebih 50 meter dari mobil keranjang itu dan sekitar 60 meter dari tempat warga, sambil menanyakan kartu pers saya," tuturnya. Kepada mereka, Heri berusaha memberikan penjelasan terkait statusnya. Bahkan dia meminta mengecek media online Floresa.
Tanpa menghiraukan penjelasan itu, sejumlah aparat terus menuntutnya menunjukkan kartu pers. Mereka mulai memukul dan menggiringnya ke samping mobil TNI. Di samping mobil itu, mereka mencekik lehernya dan meninju muka dan kepala. Mereka juga menendang di beberapa bagian tubuh.
Mendapat pukulan bertubi-tubi itu, Heri berteriak-teriak. Beberapa warga Poco Leok mendekat ke lokasi pemukulan itu merekam aksi tersebut dengan kamera ponsel. Beberapa warga merekam aksi pemukulan itu dari balik semak-semak, sebelum ketahuan aparat keamanan yang mengejar dan melarang mereka mendokumentasikan pemukulan itu.
"Pukulan-pukulan itu menyebabkan pelipis kiri saya bengkak dan lebam serta lutut saya terasa sakit," ucapnya.
Cekikan mereka juga mengakibatkan rahang kanan dan area hidungnya terluka. Mereka, kata Heri, mengklaim bahwa kehadirannya merupakan bagian dari upaya memprovokasi warga.
Beberapa aparat juga menudingnya sebagai anak buah Pater Simon dan provokator.
Pater Simon merujuk pada Pater Simon Suban Tukan SVD, direktur JPIC-SVD, lembaga milik Gereja Katolik yang selama ini mendampingi warga Poco Leok. Setelah melewati berbagai ancaman dan tindakan represif aparat, Heri akhirnya dipulangkan. Heri mengaku jika mengingat kembali peristiwa itu, nyaris empat jam dirinya menghadapi beragam tindakan polisi.
Mulai dari penangkapan, penganiayaan, perampasan barang-barang pribadi hingga diminta memberikan klarifikasi yang sebagian besar memberikan tekanan terhadapnya.
"Hari ini, saya masih hidup. Di tengah-tengah kemarahan terhadap perlakuan polisi, saya merasa terharu atas kepedulian banyak orang terhadap hidup saya. Terima kasih untuk itu semua," pungkasnya. Pemimpin Umum Floresa.co, Ryan Dagur membenarkan jurnalis media itu turut diamankan saat meliput kegiatan PT PLN dan Pemkab Manggarai tersebut.
Ia menyebut, sang jurnalis sudah dibebaskan pada Rabu sore. Kapolres Manggarai AKBP Edwin Saleh mengatakan, anggotanya melakukan pengamanan sesuai tugas untuk menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat.
Empat orang yang diamankan karena menghindari mereka jadi koban atau jadi pelaku,” ujar Edwin saat dikonfirmasi Kamis (3/10).
Ia menambahkan, aparat sudah melepaskan empat orang tersebut pada Rabu sore.