
Ilustrasi (Pinterest)
Oleh : Regita Anandita Putri (Program Studi Jurnalistik, Politeknik Negeri Jakarta)
eriknya sinar matahari, derasnya hujan, angin pagi dan malam hari sudah menjadi makanan sehari-hari. Kepala rela ia jadikan kaki, kaki rela ia jadikan kepala. Semua yang ia lakukan demi keluarga.
Setiap pagi, ia berangkat dengan semangat yang tak pernah pudar, dan setiap malam, senyum manis selalu menghiasi bibirnya saat tiba di rumah. Namun, siapa sangka di balik senyum manis itu tersimpan rasa lelah yang mendalam. Kau tepis semua rasa lelah itu di hadapanku. Kau selalu terlihat tangguh, meskipun banyak beban berat yang ditanggung.
Ayah, selalu menjadi pahlawan tanpa jubah yang hadir dalam setiap langkah hidupku. Ayah mungkin tak sering mengucap kata cinta, tapi setiap tindakan, setiap kerja keras, dan setiap perhatian kecilnya selalu mengisyaratkan kasih sayang yang dalam. Ayah merupakan cinta pertama bagiku.
Aku akui, memang aku lebih dekat dengan Ibu daripada Ayah, tapi rasa sayangku sama untuk keduanya. Ketika aku masih kecil, Ayah selalu melindungiku dan selalu berusaha menuruti kemauanku. Karena aku anak yang tidak bisa dijanjikan, apapun yang aku minta, Ayah selalu berusaha untuk memberikannya.
Bahkan sebelum aku sempat mengucapkannya dengan jelas kemauanku, Ayah dengan mudah memahami. Entah itu minta dibelikan ice cream, atau sekedar di usap-usap kepalaku ketika aku hendak tidur. Ayah selalu berkata “Selagi Ayah bisa’’. Walaupun merasakan lelah, Ayah selalu berusaha menuruti apa yang aku inginkan.
Di balik semua pemberian itu, Ayah juga menanamkan rasa percaya diri dalam diriku. Ia sering memujiku, bahkan untuk hal-hal kecil yang aku lakukan. Setiap kali aku berhasil atas apa yang aku kerjakan, Ayah selalu mengapresiasi dengan berkata “Anak siapa dulu dong!” Bahkan ia akan memberiku hadiah kecil ketika aku berhasil melakukan sesuatu.
Ketika aku masih duduk di bangku sekolah dasar, ayah suka mengantar dan menjemputku. Terkadang di waktu luang, Ayah selalu mengajakku untuk sekedar mengajariku bermain sepatu roda atau bersepeda menikmati udara luar. Ketika aku jatuh, ia selalu membangunkanku dan memberikan semangat untuk terus mencoba sampai aku bisa. Ketika aku mengalami kegagalan Ayah selalu berkata “Jangan takut, nak. Ayah di sini”. Kenangan tersebut tidak akan terlupakan sampai saat ini aku beranjak dewasa.
Tidak pernah sekalipun Ayah memarahiku. Dulu, aku pernah tidak sengaja lupa meletakkan STNK motor miliknya, tapi Ayah tidak memarahiku, ia hanya menasehatiku dengan nada
bicara yang lembut. Ayah selalu membelaku ketika Ibu sedang memarahiku. Perhatiannya tak pernah tergantikan.
Ketika aku baru menyelasaikan masa SMA, aku mendapat banyak kegagalan. Berulang- ulang kali aku gagal untuk masuk ke PTN yang aku inginkan. Aku hampir ingin menyerah dan minta bantuan Ayah, namun Ayah memberiku nasihat yang mendalam. “Bahwa kamu harus belajar, tidak semua hal bisa didapatkan dengan mudah. Untuk mendapatkan apa yang kita inginkan, kita harus bekerja keras dan menghadapi kesulitan.”
Aku merenungkan apa yang Ayah katakan. Hingga akhirnya aku mencoba berusaha lebih giat lagi dan mencoba mengatasi setiap kesulitan dengan usaha sendiri. Aku tidak ingin Ayah lelah bekerja siang malam, tapi aku sebagai anak tidak bisa apa-apa, kecuali merengek “Yah.”
Karena aku anak tunggal dan suka dimanja sejak kecil, aku sering melakukan kesalahan ketika aku tidak mendapatkan apa yang aku inginkan, bahkan ketika sedang pergi ke luar dan aku meminta sesuatu tapi tidak diberikan, aku akan pergi menghilang supaya Ayah mencari dan membujukku. Tidak terhitung berapa banyak omonganku yang berisi umpatan terhadapnya sebagai hasil dari kekesalan diriku. Padahal Ayah selalu berusaha memperlakukanku dengan baik.
Namun, seiring bertambahnya usia, aku mulai menyadari bahwa hidup tidak selalu berjalan seperti yang diinginkan. Selain itu, aku belajar bahwa tidak seharusnya aku terus marah hanya karena tidak mendapatkan apa yang diinginkan. Bahwa untuk mendapatkan sesuatu, tidak semudah yang aku bayangkan. Aku berifikir, sudah saatnya aku yang memberikan apa yang Ayah inginkan.
Aku mulai memahami bahwa Ayah tidak hanya memenuhi keinginanku semata, tetapi juga mengajarkanku pelajaran hidup yang sangat berharga. Ketika aku beranjak dewasa, Ayah mulai memberiku tanggung jawab yang lebih besar. Ia mengajakku berdiskusi tentang keputusan- keputusan penting dalam hidupnya.
Kini, setiap kali aku menghadapi tantangan, aku selalu teringat akan nasihat Ayah. Bahwa hidup memang tidak selalu mudah, tetapi dengan usaha dan tekad yang kuat, kita bisa mengatasi segala rintangan. Ayah mungkin memanjakanku, tetapi ia juga memberikan pelajaran hidup yang sangat berharga. Untuk itu, aku sangat bersyukur.
Dalam hidupku, Ayah sosok superhero yang melindungi keluarganya, menjadi pemimpin dan penyelesai masalah yang bijak. Rela banting tulang demi menghidupi dan memenuhi kebutuhan keluarganya. Aku berharap, nantinya aku bisa membuat Ayah bangga lebih dari sekarang.
Mungkin kasih sayang yang ia berikan tidak akan bisa terbalaskan dengan apapun yang aku miliki nantinya. Namun, kasih sayang Ayah akan selalu membekas disegala jiwa dan ragaku. Dalam setiap doa, aku selalu menyebut namamu, memohon kepada yang Kuasa, agar Ayah selalu dijaga kesehatannya, dilindungi dan dijauhkan dari segala hal-hal buruk.
Ayah maaf, maaf jika aku masih banyak melakukan perbuatan yang membuatmu sakit hati. Terima kasih Ayah atas cinta dan kasih sayang yang terus kau berikan sampai saat ini. Terima kasih untuk segala pelajaran berharga yang telah kau berikan.
Aku akan selalu berusaha menjadi anak yang membanggakan, dengan menjunjung tinggi nilai-nilai yang telah Ayah tanamkan. Bahwa hidup ini mungkin tidak selalu mudah, tetapi dengan kasih sayang dan bimbinganmu, aku yakin bisa menghadapi segala tantangan yang datang. Aku menyayangimu Ayah.