Telaga Madiredo, Kolaborasi Legenda dan Wisata

Sabtu, 06/03/2021 - 07:40
Kang Juari sesepuh desa warga RT 29 RW 09 Dusun Meduran
Kang Juari sesepuh desa warga RT 29 RW 09 Dusun Meduran

Klikwarta.com, MALANG - Telaga berdiamater lumayan besar, berada di antara areal pertanian yang dipenuhi tanaman holtikultura. Konon, telaga yang berada di Desa Madiredo, Kecamatan Pujon, Kabupaten Malang, menyimpan sejuta misteri sekaligus legenda yang diceritakan secara oral turun temurun. 

Selain misteri maupun legenda, ada potensi wisata yang besar di air telaga yang bening dan jernih ini. Wisata berlatarbelakamg perbukitan atau pegunungan, menjadi dasar kuat menarik pengunjung dari luar daerah, terutama mereka yang tinggal di perkotaan.

Kang Juari, sesepuh desa, warga RT 29 RW 09 Dusun Meduran, Desa Madiredo, menceritakan seputar misteri di masa lalu. Dulunya, telaga ini berstatus angker dan hanya orang yang bernyali besar mau mendatanginya. 

"Dulu, jarang ada yang berani mandi di telaga ini, walaupun siang hari. Sekarang, jangankan siang hari, malam hari saja ada orang disini. Bahkan di malam tertentu, banyak sekali orang disini".

Status angker itu kemudian dirubah 180 derajat, menjadi tempat yang wajib dikunjungi, bahkan menjadi prioritas nomor satu di desa ini. Dari telaga yang keangkerannya mirip film telaga angker, dibintangi Suzanna, berperan sebagai Sundelbolong, berubah menjadi telaga asri, nyaman dan tentram.

"Kita merubah gambaran telaga ini dari nol, sekarang jarang ada yang tahu, kecuali warga sini, kalau dulunya telaga ini angker. Sekarang, siapa sangka, telaga ini berubah menjadi wisata, jauh dari kesan angker".

Sebagaimana diceritakannya kepada Cak Hari, pemerhati budaya, jumat (05/03/2021), banyak cerita horor di masa lalu, menyertai telaga yang lebih dikenal dengan sebutan "Telaga Madiredo". Sekarang, telaga ini jauh dari image horor, malah menjadi icon, sekaligus objek pendongkrak ekonomi kreatif maupun kerakyatan.

Telaga tersebut memiliki kedalaman sekitar 1 meter, dan segala benda yang ada di dasarnya, terlihat jelas, lantaran kebeningan maupun kejernihan air. Disisi lain, telaga ini cocok untuk menjadi tempat pemandian keluarga, lantaran kedalamannya yang tidak terlalu dalam dan tidak terlalu dangkal, dalam kata lain, standard.

Selain itu, beberapa orang menjadikan telaga ini sebagai terapi atau pengobatan alternatif. Tak cuma itu, beberapa orang mengambil airnya untuk diminum, karena kebersihannya terjaga.

Beberapa fasilitas maupun sarana, mengitari sekitar telaga, sekaligus menarik minat siapapun yang ingin merasakan kesejukan alam perbukitan. Di sekitar telaga, ada 2 patung yang iconik, yaitu patung Dewi Anjani dan patung Anoman.

Konon, menurut legenda yang berkembang di tengah masyarakat secara turun temurun, telaga ini memiliki korelasi dengan kisah di dunia pewayangan. Dikatakan Kang Juari, dari cerita tersebut, muncul visual untuk membuat kedua patung berukuran lebih 2 meter itu.

Berawal dari benda bernama Cupumanik milik Dewi Indradi yang diberikan kepada Dewi Anjani, legenda ini menjadi cerita yang menyertai telaga tersebut. Usai diberikan Dewi Anjani, Cupumanik diperlihatkan kepada Guwarsi dan Guwarsa, akhirnya keduanya saling memperebutkan.

Mengetahui adanya perebutan benda yang mampu melihat masa depan itu, Begawan Gotamadri merebutnya, dan membuangnya ke telaga, sekaligus menghentikan Guwarsi dan Guwarsa yang terus menerus bertengkar memperebutkan Cupumanik.

Seketika itu, Guwarsi dan Guwarsa mencarinya ke dasar telaga. Namun, mereka tak menemukan apapun di telaga itu, malah keduanya berubah wujud menjadi kera. 

Sedangkan Dewi Anjani, lolos dari transformasi perwujudan, lantaran ia hanya mencuci muka di telaga itu. Tetapi, dari Dewi Anjani inilah, sosok tokoh berwujud kera putih dilahirkan, siapa lagi kalau bukan Hanoman.

Benar tidaknya legenda tersebut terkorelasi dengan Telaga Madiredo, hal itu masih tanda tanya. Legenda tetaplah legenda, tergantung siapa yang menceritakannya, dan siapa yang mendengarnya. (dodik)

Related News